Rabu, 10 Februari 2016

makalah Mustatsna

BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
Sumber dalam Agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-sunnah. Dalam tata cara penyusunan bahasa arab yang baik, dapat diperoleh apabila memenuhi beberapa faktor. Di antaranya adalah memenuhi kaidah-kaidah yang digunakan dalam menyusun kalimat Arab, yang antara lain meliputi, Ilmu Nahwu dan Shorof, diantara kajian ilmu tersebut adalah bab Mustatsna yang menjadi فضله  (tambahan)
Mustatsna adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna. Dari definisi Mustatsna tersebut memberi kepahaman bahwa mustatsna berupa kalimah isim yang berbeda setelah  huruf-huruf istitsna yang terdiri dari delapan huruf.
Dalam penjelasan mustatsna akan lebih dijelaskan secara mendetail dalam pembahasan di bawah ini mengenai pengertian mustatsna, huruf-huruf mustatsna dan beberapa ketentuan mustatsna.

1.2   Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Mustatsna ?
b. Apa saja huruf-huruf Mustatsna ?
c. Bagaimana ketentuan-ketentuan Mustatsna ?

1.3  Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian mustatsna, huruf-huruf yang terdapat dalam mustatsna dan ketentuan-ketentun mustatsna.



BAB II
PEMBAHASAN


2.2  Pengertian Mustatsna
MUSTATSNA adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna, [1]contoh:
 عَادَ الْمُسَا فِرُوْنَ إلاّ مُحَمَّدًا; Telah pulang orang yang bepergian kecuali Muhammad.
نَجَحَ اْلأَوْلاَدُ إِلاَّ عَلِيًّا ; Telah lulus anak-anak itu kecuali Ali.

KETERANGAN :
مُسْتَثْنَي ; artinya yang dikecualikan
 مُسْتَثْنَي مِنْهُ ; artinya yang dikecualikan darinya
اِسْتِثْنَا ءُ ; artinya pengecualian
أَدَاةُ اْلإِ سْتِثْنَا ءِ ; artinya alat/huruf yang bias digunakan untuk mengecualikan
Contoh : 
عَلِيًّا disebut; مُسْتَثْنَي (yang dikecualikan)
اَلأَوْلاَدُ  disebut; مُسْتَثْنَي مِنْهُ  (yang dikecualikan darinya)
Maksudnya, kata عَلِيًّا   Itu dikecualikan dari اَلأَوْلاَدُ
إِلاَّ disebut ;, yaitu huruf yang digunakan untuk mengucapkan.
Yang dimaksud dengan hukum Mustatsna berbeda dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu jika Mustatsna Minhunya dinyatakan  lulus Mustatsna nya berarti tidak lulus, seperti dalam contoh di atas;
نَجَحَ اْلأَوْلاَدُ إِلاَّ عَلِيَا ; Telah lulus anak-anak kecuali Ali (yang tidak lulus).


2.3  Macam-Macam Huruf Istitsna

وحرف الاستثناء ثمانية وهي إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .
Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :
إِلاَّ        ; Kecuali غَيْرَ                               ; Selain
سِوَى     ; Selain                                        خَلَا  ; Selain
عَدَا       ; Selain                                       حَا شَا  ; Selain


2.4  Ketentuan-Ketentuan Istitsna

A.    Mustatsna  dengan (اِلَّا)
Ada 3 ketentuan mustatsna dengan اِلَّا yaitu:
1.      Jika keadaan kalamnya (kalimatnya) تَا مًا مُوْجَبًا   (sempurna dan positif), maka mustatsna wajib manshub[2]. Contoh
نَجَحَ الطُّلَّا بُ اِلَّا حَسَنًا    ; telah lulus siswa-siswi kecuali Hasan.
رَجَعَ التَّلَا مِيْذُ اِلَّاَ وَ لَدَ يْنِ ; Telah pulang anak-anak kecuali dua orang.

2.      Jika keadaan kalamnya تَمًا مَنْفِيًا  (sempurna tetapi negatif), maka Mustatsna boleh manshub dan boleh itba’ (mengikuti i’rab) Mustatsna Minhu, contoh:
مَا نَجَحَ الطُّلَا بُ  اِلّا حَسَنًا/حَسَنٌ ; Tidak lulus siswa-siswa kecuali Hasan (  حَسَنًا, dibaca manshub) atau kecuali Hasan (حَسَنٌ dibaca marfu’).
مَا رَجَعَ الطّلَا مِيْذُ اِلّا وَلَدَ يْنِ/ وَلَدَ ا نِ ; Tidak pulang anak-anak kecuali dua orang ( وَ لَدَيْنِ, dibaca manshub atau وَ لَدَ ا نِ ; dibaca marfu’).

3.      Jika keadaan kalamnya نَا قِصٌ (kurang), yaitu tidak disebut Mustatsna Minhunya, maka kedudukan i’rab Mustatsna tergantung kebutuhannya dalam jabatan kalimat, contoh :
مَا نَجَحَ ِالَّا حَسَنٌ ; Tidak ada yang lulus kecuali Hasan ( dibaca marfu’ sebagai fa’il).
 مَا رَ اَيْتُ اِلَّا حَسسَنًا ; Saya tidak melihat kecuali kepada Hasan (dibaca manshub sebagai maf’ul bih).
مَا مَرَرْ تُ اِلّا بِحَسَنٍ ; Tidak saya lewat kecuali kepada Hasan (dibaca majrur karena ada huruf jar)[3]
KETERANGAN:
تَا مًا  ; artinya sempurna, yaitu jika disebut Mustastna Minhunya.
مَوْ جَبًا  ; artinya positif, yaitu jika kalimatnya positif (bukan kalimat negatif).
مَنْفِيًا    ; artinya negatif, yaitu jika kalimatnya negatif.
نَا قِصًا ;artinya kurang, yaitu jika tidak disebut Mustatsna Minhu.
Ketentuan I’rabnya
·         Jika kalimatnya تَا مًا مُوْ جَا بًا , maka mustatsnanya wajib Manshub.
·         Jika kalimatnya تَا مًا مَنْفِيًا , maka mustatsnanya boleh Manshub bolehItba’(mengikuti i’rab Mustatsna Minhu).
·         Jika kalimatnya نَا قِصًا , maka tergantung kebutuhan.
Jika butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’, jika butuh maf’ul bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub. Dan jika terdapat huruf jar maka dijadikan majrur. (lihat contoh di atas)

B.     Mustatsna dengan  (غَيْرَ dan سِوَى )
Adapun mustatsna dengan غَيْرَ dan سِوَى , maka selamanya harus majrur sebagai;مُضَا فُ إلَيْهِ.
Sedangkan hukum ketentuan lafazh غَيْرَ dan  سِوَى adalah seperti hukum isim yang berada setelah إِلَّا .

KETERANGAN:
I’rab Mustatsna dengan غَيْرَ dan سِوَى selamanya harus majrur sebagai مُضَا فُ إِلَيْهِ.
Sedangkan i’rab غَيْرَ dan سِوَى adalah seperti i’rab isim mustatsna setelah إِلَّا , yaitu; terkadang dibaca dengan غَيْرَ .
غَيْرَ atau غَيْرَ , tergantung mustatsnanya, contoh:[4]
:تَا مًا مَنْفِيًا                                                                                            :تَا مٍا مُوْ جَبًا
مَا رَسَبَ الطُّلَا بُ غَيْرَ/غَيْرُ عَلِيًّ                                                 رَسَبَ الطُّلَا بُ غَيْرَ عَلِيٍ                 
مَا نَجَحَ الطّلَا بُ  سِوَى حَسَنٍ                                  نَجَحَ الطُّلَا بُ سِوَى حَسَنٍ                      
نَا قِصًا:
مَا رَسَبَ غَيْرُ عَلِيٍّ
مَا رَيْتُ غَيْرَ عَلِيٍّ
مَا نَجَحَ سِوَى حَسَنٍ
CATATAN:
Lafazh سِوَى  tetap dibaca سِوَى , baik dalam keadaan marfu’, mansub atau majrur, karena i’rabnya senantiasa Muqaddarah tidak bisa Zhahirah.







\C.    Mustatsna dengan ( حَا شَا – عَدَا – خَلَا )
Adapun mustatsna dengan menggunakan lafazh – خَلَا – حَشَا – عَدَا , maka boleh mansub dan boleh majrur. Sedangkan jika dimasuki لَا النَّفِةُ , maka wajib manshub, contoh:[5]
نَجَحَ الطُّلَا بُ خَلَا عَلِيًا/عَلِيٍ                                  نَجَحَ الطُّلَا بُ مَا خَلَا مُحَمَّدًا
آمَنَ الْقَوْمُ عَدَا رَجُلًا/رَجُلٍ مِنْهُمْ                               مَرِضَ الْقَوْمَا عَدَا حَسَنًا





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            MUSTATSNA adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna.
Mustatsna itu ada tiga ketentuan :
A.    Mustatsna dengan إِلاَّ 
B.      Mustatsna dengan  (غَيْرَ dan سِوَى )
C.     Mustatsna dengan ( حَا شَا – عَدَا – خَلَا )

3.2  Saran
            Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan dan hal yang mungkin luput dari pengamatan penyusun, untuk itu kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif dari sangat kami harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat menjadi tambahan ilmu umumnya bagi pembaca, khususnya bagi penyusun.








DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah. 2008 hal;126

Muhammad Bin Ahmad bin Abdul Al-Bari, Kawakib Adz-Dzuriyah.Jedah Sangkapuro,2003, hal, 14

Mustofa Al-Kulayaini, Jami’ad-durus al-arobiyah.Jiddah. PT. Maktabah Asriah.8355

Ahmad Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah,2004 hal.152

Muhammad Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-Dzuriyah. Jeddah. Sangkapur, 2005, hal;122






[1] Ahmad Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah. 2008 hal;126

    [2] Muhammad Bin Ahmad bin Abdul Al-Bari, Kawakib Adz-Dzuriyah.Jedah Sangkapuro,2003, hal, 14

[3] Mustofa Al-Kulayaini, Jami’ad-durus al-arobiyah.Jiddah. PT. Maktabah Asriah.8355

[4] Ahmad Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah,2004 hal.152

[5] Muhammad Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-Dzuriyah. Jeddah. Sangkapur, 2005, hal;122


















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................        i
DAFTAR ISI..........................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................        1
1.1 Latar Belakang.............................................................................        1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................        1
1.3 Tujuan Masalah.............................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................        2
2.1 Pengertian Mustatsna...................................................................        2
2.2 Macam-Macam Huruf Istitsna......................................................        2
2.3 Ketentuan-Ketentuan Istitsna......................................................        3
BAB III PENUTUP...............................................................................        7
3.1 Kesimpulan...................................................................................        7
3.2 Saran.............................................................................................        7

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................        8







KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah Makalah dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Mustatsna", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari peranan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan.
Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Samalanga,  10 Januari 2016
Penulis,








Tidak ada komentar:

Posting Komentar