BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber dalam Agama Islam adalah
Al-Qur'an dan As-sunnah. Dalam tata cara penyusunan bahasa arab yang baik,
dapat diperoleh apabila memenuhi beberapa faktor. Di antaranya adalah memenuhi
kaidah-kaidah yang digunakan dalam menyusun kalimat Arab, yang antara lain
meliputi, Ilmu Nahwu dan Shorof, diantara kajian ilmu tersebut adalah bab
Mustatsna yang menjadi فضله (tambahan)
Mustatsna adalah isim yang berada
setelah adat/alat Istitsna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hukum Mustatsna
Minhu, yaitu lafazh yang disebut sebelum alat istitsna. Dari definisi Mustatsna
tersebut memberi kepahaman bahwa mustatsna berupa kalimah isim yang berbeda
setelah huruf-huruf
istitsna yang terdiri dari delapan huruf.
Dalam penjelasan mustatsna akan
lebih dijelaskan secara mendetail dalam pembahasan di bawah ini mengenai
pengertian mustatsna, huruf-huruf mustatsna dan beberapa ketentuan mustatsna.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian Mustatsna ?
b.
Apa saja huruf-huruf Mustatsna ?
c.
Bagaimana ketentuan-ketentuan Mustatsna ?
1.3 Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian mustatsna, huruf-huruf yang
terdapat dalam mustatsna dan ketentuan-ketentun mustatsna.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Pengertian Mustatsna
MUSTATSNA
adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang
keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu
lafazh yang disebut sebelum alat istitsna, [1]contoh:
عَادَ
الْمُسَا فِرُوْنَ إلاّ مُحَمَّدًا;
Telah pulang orang yang bepergian kecuali Muhammad.
نَجَحَ اْلأَوْلاَدُ إِلاَّ عَلِيًّا ; Telah lulus anak-anak itu
kecuali Ali.
KETERANGAN :
مُسْتَثْنَي ;
artinya yang dikecualikan
مُسْتَثْنَي مِنْهُ ; artinya yang dikecualikan
darinya
اِسْتِثْنَا ءُ ; artinya pengecualian
أَدَاةُ اْلإِ سْتِثْنَا ءِ ; artinya alat/huruf yang bias
digunakan untuk mengecualikan
Contoh :
عَلِيًّا disebut; مُسْتَثْنَي (yang
dikecualikan)
اَلأَوْلاَدُ disebut; مُسْتَثْنَي مِنْهُ (yang
dikecualikan darinya)
Maksudnya, kata عَلِيًّا Itu
dikecualikan dari اَلأَوْلاَدُ
إِلاَّ disebut
;, yaitu huruf yang digunakan untuk mengucapkan.
Yang dimaksud dengan hukum Mustatsna berbeda
dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu jika Mustatsna
Minhunya dinyatakan lulus Mustatsna nya berarti
tidak lulus, seperti dalam contoh di atas;
نَجَحَ اْلأَوْلاَدُ إِلاَّ عَلِيَا ; Telah lulus
anak-anak kecuali Ali (yang tidak lulus).
2.3 Macam-Macam Huruf
Istitsna
وحرف الاستثناء ثمانية وهي إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .
Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :
إِلاَّ ; Kecuali غَيْرَ ; Selain
سِوَى ;
Selain خَلَا ;
Selain
عَدَا ;
Selain حَا شَا ; Selain
2.4 Ketentuan-Ketentuan
Istitsna
A. Mustatsna dengan (اِلَّا)
Ada 3 ketentuan
mustatsna dengan اِلَّا yaitu:
1. Jika keadaan kalamnya
(kalimatnya) تَا مًا مُوْجَبًا (sempurna
dan positif), maka mustatsna wajib manshub[2].
Contoh
نَجَحَ الطُّلَّا بُ اِلَّا حَسَنًا ; telah
lulus siswa-siswi kecuali Hasan.
رَجَعَ التَّلَا مِيْذُ اِلَّاَ وَ
لَدَ يْنِ ; Telah
pulang anak-anak kecuali dua orang.
2. Jika keadaan kalamnya تَمًا مَنْفِيًا (sempurna
tetapi negatif), maka Mustatsna boleh manshub dan boleh itba’ (mengikuti i’rab) Mustatsna Minhu, contoh:
مَا نَجَحَ الطُّلَا بُ اِلّا
حَسَنًا/حَسَنٌ ; Tidak
lulus siswa-siswa kecuali Hasan ( حَسَنًا,
dibaca manshub) atau kecuali Hasan (حَسَنٌ dibaca
marfu’).
مَا رَجَعَ الطّلَا مِيْذُ اِلّا
وَلَدَ يْنِ/ وَلَدَ ا نِ ; Tidak pulang anak-anak
kecuali dua orang ( وَ لَدَيْنِ,
dibaca manshub atau وَ لَدَ ا نِ ;
dibaca marfu’).
3. Jika keadaan kalamnya نَا قِصٌ (kurang),
yaitu tidak disebut Mustatsna Minhunya, maka kedudukan i’rab
Mustatsna tergantung kebutuhannya dalam jabatan kalimat, contoh :
مَا نَجَحَ ِالَّا حَسَنٌ ; Tidak ada
yang lulus kecuali Hasan ( dibaca marfu’ sebagai fa’il).
مَا رَ اَيْتُ اِلَّا حَسسَنًا ; Saya tidak
melihat kecuali kepada Hasan (dibaca manshub sebagai maf’ul bih).
مَا مَرَرْ تُ اِلّا بِحَسَنٍ ; Tidak saya lewat kecuali
kepada Hasan (dibaca majrur karena ada huruf jar)[3]
KETERANGAN:
تَا مًا ;
artinya sempurna, yaitu jika disebut Mustastna Minhunya.
مَوْ جَبًا ;
artinya positif, yaitu jika kalimatnya positif (bukan kalimat negatif).
مَنْفِيًا ;
artinya negatif, yaitu jika kalimatnya negatif.
نَا قِصًا ;artinya
kurang, yaitu jika tidak disebut Mustatsna Minhu.
Ketentuan I’rabnya
· Jika kalimatnya تَا مًا مُوْ جَا بًا , maka mustatsnanya wajib
Manshub.
· Jika kalimatnya تَا مًا مَنْفِيًا , maka mustatsnanya boleh
Manshub bolehItba’(mengikuti i’rab Mustatsna Minhu).
· Jika kalimatnya نَا قِصًا ,
maka tergantung kebutuhan.
Jika butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’, jika
butuh maf’ul bih dijadikan maf’ul bih dan dibaca manshub. Dan jika terdapat
huruf jar maka dijadikan majrur. (lihat contoh di atas)
B. Mustatsna dengan (غَيْرَ dan سِوَى )
Adapun mustatsna dengan غَيْرَ dan سِوَى , maka selamanya harus majrur sebagai;مُضَا فُ إلَيْهِ.
Sedangkan hukum ketentuan lafazh غَيْرَ dan سِوَى adalah
seperti hukum isim yang berada setelah إِلَّا .
KETERANGAN:
I’rab Mustatsna dengan غَيْرَ dan سِوَى selamanya
harus majrur sebagai مُضَا فُ إِلَيْهِ.
Sedangkan i’rab غَيْرَ dan سِوَى adalah
seperti i’rab isim mustatsna setelah إِلَّا ,
yaitu; terkadang dibaca dengan غَيْرَ .
غَيْرَ atau غَيْرَ ,
tergantung mustatsnanya, contoh:[4]
:تَا مًا مَنْفِيًا :تَا مٍا مُوْ جَبًا
مَا رَسَبَ الطُّلَا بُ غَيْرَ/غَيْرُ
عَلِيًّ رَسَبَ الطُّلَا بُ غَيْرَ عَلِيٍ
مَا نَجَحَ الطّلَا بُ سِوَى حَسَنٍ نَجَحَ الطُّلَا بُ سِوَى حَسَنٍ
نَا قِصًا:
مَا رَسَبَ
غَيْرُ عَلِيٍّ
مَا رَيْتُ
غَيْرَ عَلِيٍّ
مَا نَجَحَ
سِوَى حَسَنٍ
CATATAN:
Lafazh سِوَى tetap
dibaca سِوَى , baik dalam keadaan marfu’,
mansub atau majrur, karena i’rabnya senantiasa Muqaddarah tidak
bisa Zhahirah.
\C. Mustatsna dengan ( حَا شَا – عَدَا – خَلَا )
Adapun mustatsna dengan menggunakan
lafazh – خَلَا – حَشَا – عَدَا ,
maka boleh mansub dan boleh majrur. Sedangkan jika dimasuki لَا النَّفِةُ , maka wajib manshub, contoh:[5]
نَجَحَ الطُّلَا بُ خَلَا
عَلِيًا/عَلِيٍ نَجَحَ الطُّلَا بُ مَا خَلَا مُحَمَّدًا
آمَنَ الْقَوْمُ عَدَا رَجُلًا/رَجُلٍ
مِنْهُمْ مَرِضَ الْقَوْمَا عَدَا حَسَنًا
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
MUSTATSNA
adalah isim yang berada setelah adat/alat Istitsna yang
keadaan hukumnya berada dengan hukum Mustatsna Minhu, yaitu
lafazh yang disebut sebelum alat istitsna.
Mustatsna itu ada tiga ketentuan :
A. Mustatsna
dengan إِلاَّ
B. Mustatsna
dengan (غَيْرَ dan سِوَى )
C. Mustatsna dengan ( حَا شَا – عَدَا – خَلَا )
3.2 Saran
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya dalam pembuatan makalah ini banyak kekurangan dan hal yang
mungkin luput dari pengamatan penyusun, untuk itu kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat konstruktif dari sangat kami harapkan. Akhir kata semoga makalah
ini dapat menjadi tambahan ilmu umumnya bagi pembaca, khususnya bagi penyusun.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah.
2008 hal;126
Muhammad
Bin Ahmad bin Abdul Al-Bari, Kawakib Adz-Dzuriyah.Jedah Sangkapuro,2003,
hal, 14
Mustofa
Al-Kulayaini, Jami’ad-durus al-arobiyah.Jiddah. PT. Maktabah
Asriah.8355
Ahmad
Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka
Alawiyah,2004 hal.152
Muhammad
Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-Dzuriyah. Jeddah. Sangkapur,
2005, hal;122
[1] Ahmad Zaini dahlan, Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah. 2008 hal;126
[3] Mustofa Al-Kulayaini, Jami’ad-durus al-arobiyah.Jiddah. PT. Maktabah Asriah.8355
[4] Ahmad Zahdi Dahlan. Matan Al-Jurumiyah. Semarang. PT. Pustaka Alawiyah,2004 hal.152
[5] Muhammad Bin Muhammad bin Abdullah Al-Bari. Kawakib Adz-Dzuriyah. Jeddah. Sangkapur, 2005, hal;122
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR
ISI.......................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 2
2.1 Pengertian Mustatsna................................................................... 2
2.2 Macam-Macam Huruf Istitsna...................................................... 2
2.3 Ketentuan-Ketentuan Istitsna...................................................... 3
BAB III PENUTUP............................................................................... 7
3.1 Kesimpulan................................................................................... 7
3.2 Saran............................................................................................. 7
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................. 8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya
panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah Makalah dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul "Mustatsna", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajari peranan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan.
Melalui kata pengantar ini kami
lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung
perasaan pembaca.
Dengan ini kami
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Samalanga, 10 Januari 2016
Penulis,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar